Kontroversi Mi Instan

Kontroversi Mi Instan

Mi instan merupakan jenis mi yang  telah mengalami proses pengeringan (dengan teknik air drying atau teknik penggorengan/deep frying) yang membuat mi memiliki sifat instan alias lebih cepat dimasak, ketimbang mi mentah atau mi basah. Proses ini membuat kadar air mi instan jadi rendah (mi menjadi kering) sehingga  mi instan lebih awet disimpan.

Jepang disebut sebagai negara tempat kelahiran mi instan. Penemunya adalah Momofuku Ando, tahun 1958. Ide awalnya sangat sederhana, ia ingin dapat menciptakan makanan yang mengenyangkan, memiliki umur simpan yang lama, dan mudah didistribusikan, untuk mengatasi masalah kekurangan pangan yang dihadapi rakyat Jepang setelah Perang Dunia II.

Mi instan ciptaan Momofuku Ando terinspirasi dari antrean panjang orang-orang yang ingin membeli semangkuk soba (jenis mi  Jepang yang helaiannya kecil dan pipih) di belakang stasiun kereta Osaka, Jepang.  Dia menyadari kalau ternyata mi merupakan makanan yang amat disuka masyarakat Jepang. Melalui sebuah proses trial yang cukup panjang, akhirnya pada tahun 1958 diluncurkanlah produk mi instan pertamanya yang disebut Chicken Ramen, di bawah bendera perusahaan Nissin Food Product.

Sejak saat itu, popularitas mi instan kian hari kian menanjak dan berkembang hingga ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.  Variasi rasa mi instan pun semakin banyak, sehingga dapat memenuhi berbagai selera masyarakat.

Dibalik popularitas dan kelezatan sebungkus mi instan hingga saat ini, masih banyak kekhawatiran yang menjadi rumor di masyarakat, terkait efek kesehatan dalam mengonsumsinya.  Berikut beberapa isu yang beredar, sekaligus fakta ilmiah di baliknya:

Mi Instan Mengandung Pewarna Berbahaya

Fakta ilmiah: Pewarna makanan memang digunakan dalam mi instan, yaitu pewarna kuning tartrazine (CH940). Namun pewarna yang digunakan ini merupakan jenis pewarna yang aman (food grade) yang telah diizinkan penggunaannya oleh Kementrian Kesehatan, WHO, dan Codex Alimentarius (badan standar internasional). Penggunaan zat warna ini adalah untuk membuat warna mi instan menjadi lebih homogen dan menggugah selera. 

Air Rebusan Mi Instan Tidak Boleh Dikonsumsi Karena Mengandung Lilin

Fakta ilmiah: Dugaan adanya lilin pada mi instan muncul karena adanya lapisan minyak yang terlihat pada permukaan air rebusan mi instan. Faktanya, lapisan minyak tersebut sama sekali bukan lilin, melainkan adalah sisa minyak hasil penggorengan mi instan. Seperti telah dijelaskan di atas, dalam proses pembuatannya mi instan mengalami proses penggorengan sehingga saat direbus sisa minyak hasil penggorengan akan terlihat pada air rebusan.

Mi Instan Mengandung Pengawet Sehingga Masa Kedaluwarsanya Panjang

Fakta ilmiah: Masa kedaluwarsa yang cukup panjang (8-10 bulan setelah tanggal produksi) pada produk mi instan bukan karena adanya tambahan bahan pengawet. Proses pembuatan mi instan skala industri secara otomatis membuat mi menjadi awet karena proses pengeringannya menggunakan proses penggorengan suhu  tinggi sehingga mampu menurunkan kadar air mi menjadi sangat rendah dan membuat mikroba pembusuk tidak dapat berkembang biak.  Produk makanan yang memiliki kandungan air cukup tinggi akan lebih berisiko cepat rusak/busuk ketimbang produk makanan kering.  Inilah alasan mengapa mi instan bisa memiliki umur simpan yang panjang meski tidak menggunakan pengawet. 

Tidak Boleh Mengonsumsi Mi Instan Terlalu Sering 

Fakta ilmiah: Mi instan tidak mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan gizi, karena itu jika mengonsumsi mi instan terus menerus tanpa tambahan bahan pangan sumber zat gizi lain, tentu saja sangat tidak disarankan. Pada prinsipnya memang tidak ada satu jenis bahan pangan yang  sempurna kandungan zat gizinya, kecuali ASI (Air Susu Ibu) yang memang sudah didisain oleh Yang Maha Kuasa untuk dapat memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi. Panduan makanan sehat sederhana saja, yaitu makanlah bervariasi. Sepiring nasi akan menjadi sempurna dengan adanya lauk pauk serta sayur mayur. Begitu juga saat mengonsumsi mi instan. Jangan berharap kecukupan asupan gizi hanya dari seporsi mi instan. Tambahkan sumber protein, seperti telur, tahu, atau bakso, plus sumber vitamin dan mineral dari sayuran, seperti sawi, wortel, bokchoy, dan lainnya, sesuai selera. Seberapa sering boleh mengonsumsi mi instan? Tidak ada aturan baku. Yang pasti, prinsip hidup sehat salah satunya adalah dengan cara makan bervariasi agar dapat mendapatkan kecukupan gizi dari banyak sumber.  

Mi Instan Memiliki Kandungan Natrium yang Tinggi Sehingga Kurang Baik untuk Penderita Hipertensi

Fakta ilmiah: Penggunaan beberapa garam natrium dalam racikan mi instan memang dapat menyumbangkan kadar natrium bagi penikmatnya. Untuk itu, bagi penderita hipertensi, konsumsi mi instan perlu diatur mengingat kandungan natrium dapat meningkatkan tekanan darah karena terjadinya ketidakseimbangan antara mineral natrium dan kalium di dalam darah.

Masak Apa Ya?

Halo, Masak Lovers! Masak apa ya hari ini? Agar tidak bingung pilih menu untuk suami atau si kecil, temukan resep masakannya di sini dan berikan kejutan lezat di setiap harinya.